Hukum adalah salah satu alat untuk
menciptakan stabilitas suatu negara, hukum bertujuan untuk menertibkan
masyarakat di suatu negara agar terciptanya suatu keadaan yang kondusif. Dalam
ilmu hukum terdapat asas yang terbagi menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan
asas hukum privat. Hukum tata negara adalah hukum publik yang membahas mengenai nilai-nilai
luhur dan cita-cita kolektif suatu bangsa, tatanan struktur kenegaraan, serta
mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara. Di awal perkembangannya, hukum hanya
melihat nilai yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh filsafat dan agama
yang kuat bagi perkembangan ilmu hukum. Namun demikian, dengan hanya melihat
hukum sebagai nilai-nilai yang ideal tentu tidak akan membuat hukum menjadi
lebih manusiawi. Hukum menjadi jauh dari kenyataan.
Di dalam Hukum Tata Negara semua alat-alat perlengkapan
negara di pelajari secara detail yakni dari pengertian alat-alat perlengkapan
negara itu sendiri hingga sampai hubungan antara lembaga negara dan warga
negara. Indonesia menganut sistem Trias Politica, yaitu system pemisahan kekuasaan
antara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Yang termasuk di dalam Legislatif
yaitu Dewan Perwakilan Rakyat yang bertugas dalam membuat Undang-Undang, dan
Eksekutif bertugas menjalankan Undang-Undang seperti Presiden dan Wapres, serta
Yudikatif yang bertugas mengawasi jalannya Undang-Undang seperti Mahkamah
Konstitusi, Mahkamah Agung dan sebagainya.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering
disebut Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR-RI atau DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta
pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. DPR dianggap sebagai salah
satu lembaga yang paling korup di Indonesia.
A.
Sejarah Terbentuknya
DPR
·
Masa awal kemerdekaan (1945-1949)
Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga
negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan
pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat
(KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
Anggota KNIP tersebut berjumlah 60
orang tetapi sumber yang lain menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP
sebagai MPR sempat bersidang sebanyak 6 kali, dalam melakukan kerja DPR
dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, Badan Pekerja tersebut berhasil
menyetujui 133 RUU disamping pengajuan mosi, resolusi, usul dan lain-lain.
·
Masa Republik Indonesia Serikat
(1949-1950)
Pada masa ini tidak diketahui secara
pasti bagaimana keberadaan DPR karena sedang terjadi kekacauan politik, dimana
fokus utama berada di pemerintah federal RIS.
·
Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
(1950-1956)
Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan
Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). Pada
tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat dimana dibacakan
piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1. Pembubaran secara
resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
2. Pembentukan NKRI yang
meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal
17 Agustus 1950.
Sesuai isi Pasal 77
UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari
DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.
·
Masa DPR hasil pemilu 20 Maret 1956
(1956-1959)
DPR ini adalah hasil pemilu 1956 yang
jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1956 juga memilih 542
orang anggota konstituante. Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama
dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku
adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai
yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi.
Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet
Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.
·
Masa DPR Hasil Dekrit Presiden 1959
berdasarkan UUD 1945 (1959-1965)
Jumlah anggota sebanyak 262 orang
kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi,
didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI. Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden
membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44
milyar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan
Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang
semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah
satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada
waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945.
Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.
·
Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai
Komunis Indonesia (1965-1966)
Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR
membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR
tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan
komposisi pimpinan, yaitu:
a. Periode 15 November 1965-26 Februari
1966
b. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966
c. Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966
d. Periode 17 Mei 1966-19 November
1966.
Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai
pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.
Dalam rangka menanggapi situasi masa
transisi, DPR-GR memutuskan untuk membentuk 2 buah panitia yaitu:
a. Panitia politik,
berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik.
b. Panitia ekonomi,
keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta
membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.
·
Masa Orde Baru (1966-1999)
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian
dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, maka DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya
dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan
wewenang DPR-GR 1966-1971 yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk menjalankan
tugas-tugas utama sebagai berikut:
1. Bersama-sama dengan
pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945 beserta
penjelasannya.
2. Bersama-sama dengan
pemerintah membentuk UU sesuai dengan pasal 5 ayat 1, pasal 20, pasal 21 ayat 1
dan pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
3. Melakukan pengawasan
atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya,
khususnya penjelasan Bab 7.
Selama masa orde baru
DPR dianggap sebagai Tukang Stempel kebijakan pemerintah yang
berkuasa karena DPR dikuasai oleh Golkar yang merupakan pendukung pemerintah.
·
Masa reformasi (1999-sekarang)
Banyaknya skandal korupsi dan kasus
pelecehan seksual merupakan bentuk nyata bahwa DPR tidak lebih baik
dibandingkan dengan yang sebelumnya. Mantan ketua MPR-RI 1999 s.d 2004, Amien
Rais, bahkan mengatakan DPR yang sekarang hanya merupakan stempel dari
pemerintah karena tidak bisa melakukan fungsi pengawasannya demi membela
kepentingan rakyat.
Hal itu tercermin dari ketidakmampuan
DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat
seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi. Selain itu,
DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa
undang-undang.
Buruknya kinerja DPR pada era reformasi
membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif.
Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi
yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR.
Banyaknya judicial review yang diajukan
oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan undang-undang yang dibuat oleh DPR
saat ini juga mencerminkan bahwa produk hukum yang dihasilkan mereka tidak
memuaskan rakyat.
Dalam konsep Trias Politika, di mana
DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat
undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan
oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan
telah berjalan dengan baik apabila DPR dapat melakukan tindakan kritis atas
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan
rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik
apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan
kepentingan seluruh rakyat.
B. Fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR mempunyai fungsi ; legislasi, anggaran, dan pengawasan
yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
1. Legislasi
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku
pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Anggaran
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang
tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
3. Pengawasan
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang dan APBN.
C. Hak Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
DPR mempunyai bebrapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak
imunitas, dan hak menyatakan pendapat.
1.
Hak interplasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.
Hak angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan
suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Hak imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR
tidak dapat dituntut di hadapan dan diluar pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam
rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan
kode etik.
4.
Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR
untuk menyatakan pendapat atas:
a)
Kebijakan Pemerintah atau mengenai
kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional.
b)
Tindak lanjut pelaksanaan hak
interpelasi dan hak angket.
c)
Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela,
dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
D.
Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
1. Hak anggota
Anggota DPR mempunyai hak:
§
mengajukan usul rancangan undang-undang
§
mengajukan pertanyaan
§
menyampaikan usul dan pendapat
§
memilih dan dipilih
§
membela diri
§
imunitas
§
protokoler
§
keuangan dan administrative
2.
Kewajiban anggota
Anggota DPR mempunyai kewajiban:
§ memegang teguh dan
mengamalkan Pancasila;
§ melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundangundangan;
§ mempertahankan dan
memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
§ mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
§ memperjuangkan
peningkatan kesejahteraan rakyat;
§ menaati prinsip
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;
§ menaati tata tertib
dan kode etik;
§ menjaga etika dan
norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;
§ menyerap dan
menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
§ menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;
§ memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya.
3.
Larangan
Anggota DPR tidak boleh merangkap
jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai
negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan
pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan
publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan
lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
4.
Penyidikan
Jika anggota DPR diduga melakukan
perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus
mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku
apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta
tertangkap tangan.
E. Fraksi
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta
hak dan kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota
DPR. Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak
dan kewajiban anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota
fraksinya dan melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi
anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR.
Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.
F. Alat Kelengkapan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Kehormatan, Badan Kerjasama
Antar-Parlemen, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan
lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit
pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
1.
Pimpinan
Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu)
orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik
berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR ialah anggota
DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di
DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Dalam hal
terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak
sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara
terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai
politik yang memperoleh suara sama, ketua dan wakil ketua ditentukan
berdasarkan persebaran perolehan suara.
Dalam hal pimpinan DPR belum terbentuk,
DPR dipimpin oleh pimpinan sementara DPR. Pimpinan sementara DPR terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua)
partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPR. Dalam
hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak
sama, ketua dan wakil ketua sementara DPR ditentukan secara musyawarah oleh
wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPR. Ketua dan wakil ketua DPR
diresmikan dengan keputusan DPR. Pimpinan DPR sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji yang teksnya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
Pimpinan DPR bertugas:
§ memimpin sidang DPR
dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
§ menyusun rencana
kerja pimpinan;
§ melakukan koordinasi
dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan
DPR;
§ menjadi juru bicara
DPR;
§ melaksanakan dan
memasyarakatkan keputusan DPR;
§ mewakili DPR dalam
berhubungan dengan lembaga negara lainnya;
§ mengadakan konsultasi
dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPR;
§ mewakili DPR di
pengadilan;
§ melaksanakan
keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
§ menyusun rencana
anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukan
dalam rapat paripurna;
§ menyampaikan laporan
kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena:
§ meninggal dunia,
§ mengundurkan diri,
dan
§ diberhentikan
Pimpinan DPR diberhentikan
apabila :
§ tidak dapat
melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota
DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
§ melanggar
sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna
setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR;
§ dinyatakan bersalah
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
§ diusulkan oleh partai
politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
§ ditarik
keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya;
§ melanggar ketentuan
larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
§ diberhentikan sebagai
anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal salah
seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya, anggota pimpinan lainnya
menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan
yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif. Dalam hal
salah seorang pimpinan DPR berhenti, penggantinya berasal dari partai politik
yang sama. Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila
dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Dalam hal pimpinan DPR dinyatakan
tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan
melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.
2.
Badan Musyawarah
Badan Musyawarah (disingkat Bamus)
dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Musyawarah berjumlah
paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota DPR berdasarkan
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.
Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah.
Badan Musyawarah bertugas:
§ menetapkan agenda DPR
untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari
suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu
penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat
paripurna untuk mengubahnya;
§ memberikan pendapat
kepada pimpinan DPR dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR;
§ meminta dan/atau
memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPR yang lain untuk memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;
§ mengatur lebih lanjut
penanganan suatu masalah dalam hal undang-undang mengharuskan Pemerintah atau
pihak lainnya melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPR;
§ menentukan penanganan
suatu rancangan undangundang atau pelaksanaan tugas DPR lainnya oleh alat
kelengkapan DPR;
§ mengusulkan kepada
rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan mitra
kerja komisi yang telah dibahas dalam konsultasi pada awal masa keanggotaan DPR;
§ melaksanakan tugas
lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan Musyawarah.
3.
Komisi
Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan
alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota
komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada
permulaan tahun sidang.
Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan komisi terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih
dari dan oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan komisi dalam rapat komisi
yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan
komisi.
Tugas komisi dalam
pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan,
dan penyempurnaan rancangan undang-undang.
Tugas komisi di bidang anggaran adalah:
§ mengadakan
pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan rancangan;
§ usul penyempurnaan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang
lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
§ membahas dan
menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan
kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi;
§ mengadakan pembahasan
laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk hasil pemeriksaan BPK
yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;
§ menyampaikan hasil
pembicaraan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan hasil
pembahasan, kepada Badan Anggaran untuksinkronisasi;
§ menyempurnakan hasil
sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan penyampaian usul komisi; dan
§ menyerahkan kembali
kepada Badan Anggaran hasil pembahasan komisi, untuk bahan akhir penetapan
APBN.
Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
§ melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan
pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
§ membahas dan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup
tugasnya;
§ melakukan pengawasan
terhadap kebijakan Pemerintah; dan
§ membahas dan
menindaklanjuti usulan DPD.
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh
aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di
dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah
satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar
belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok
yang digeluti oleh komisi. 1.
Badan Legislasi
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan
tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna
menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Legislasi
merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan
Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Legislasi dilakukan dalam rapat Badan
Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan
keanggotaan Badan Legislasi. Badan Legislasi menyusun rancangan anggaran untuk
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan
kepada Badan Urusan Rumah Tangga.
Badan Legislasi bertugas:
§ menyusun rancangan
program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan
undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk
setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari
DPD;
§ mengoordinasi
penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;
§ menyiapkan rancangan
undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
§ melakukan
pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang
yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan
undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
§ memberikan
pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota,
komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang
tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam
program legislasi nasional;
§ melakukan pembahasan,
pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus
ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
§ mengikuti
perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan
undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
§ memberikan masukan
kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh
Badan Musyawarah; dan
§ membuat laporan
kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa
keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan
berikutnya.
2.
Badan Anggaran
Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun
sidang. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari
tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan
jumlah anggota dan usulan fraksi.
Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan Anggaran
terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah
untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan
Anggaran dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR
setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.
Badan Anggaran hanya membahas alokasi
anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi. Anggota komisi dalam Badan Anggaran
harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan
hasil pelaksanaan tugas.
Badan Anggaran bertugas:
§ membahas bersama
Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan
fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap
kementerian/lembaga dalam menyusun usulan anggaran;
§ menetapkan pendapatan
negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait;
§ membahas rancangan
undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh menteri
dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai
alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga;
§ melakukan
sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan
anggaran kementerian/lembaga;
§ membahas laporan
realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBN; dan
§ membahas pokok-pokok
penjelasan atas rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN.
3. Badan Akuntabilitas
Keuangan Negara
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
(disingkat BAKN), dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota BAKN berjumlah paling
sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang atas usul fraksi
DPR yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR
dan permulaan tahun sidang.
Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BAKN terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Pemilihan pimpinan BAKN dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan
DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.
BAKN bertugas:
§ melakukan penelaahan
terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;
§ menyampaikan hasil
penelaahan kepada komisi;
§ menindaklanjuti hasil
pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi;
dan
§ memberikan masukan
kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan,
serta penyajian dan kualitas laporan.
Dalam melaksanakan tugas BAKN dapat meminta
penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya,
Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik
daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. BAKN dapat
mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan. Hasil kerja
disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.Dalam
melaksanakan tugas, BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan,
dan/atau peneliti.
4.
Badan Kehormatan
Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan
keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan
permulaan tahun sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang
dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan
pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Kehormatan merupakan
satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan Badan
Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua,
yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan
pimpinan Badan Kehormatan dilakukan dalam rapat Badan Kehormatan yang dipimpin
oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan.
Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan
dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:
§ tidak melaksanakan
kewajiban;
§ tidak dapat
melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota
DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
§ tidak menghadiri
rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan
kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
§ tidak lagi memenuhi
syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/atau
§ melanggar ketentuan
larangan.
Selain tugas tersebut , Badan
Kehormatan melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang kode etik
DPR. Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja
sama dengan lembaga lain. Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir
masa keanggotaan.
5. Badan Kerja Sama
Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang
selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan
DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP
ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan
tahun sidang.
Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.P impinan BKSAP terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih
dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan
jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BKSAP dilakukan dalam rapat
BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan
BKSAP.
BKSAP bertugas:
§ membina,
mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR
dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk
organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen
negara lain;
§ menerima kunjungan
delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
§ mengoordinasikan
kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dan
§ memberikan saran atau
usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan baik
yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan
oleh BKSAP pada masa keanggotaan berikutnya.
6.
Badan Urusan Rumah
Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (disingkat
BURT), dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BURT ditetapkan
dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun
sidang.
Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan
pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan BURT terdiri atas 1
(satu) orang ketua yang dijabat oleh Ketua DPR dan paling banyak 3 (tiga) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan
pimpinan BURT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BURT
yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BURT.
BURT bertugas:
§ menetapkan kebijakan
kerumahtanggaan DPR;
§ melakukan pengawasan
terhadap Sekretariat Jenderal DPR dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan
DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan
anggaran DPR;
§ melakukan koordinasi
dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan
masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR
berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah;
§ menyampaikan hasil
keputusan dan kebijakan BURT kepada setiap anggota DPR; dan
§ menyampaikan laporan
kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.
10.Panitia Khusus
Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara. DPR menetapkan susunan
dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat
paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang.
Pimpinan panitia khusus merupakan satu
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial. Pimpinan panitia khusus
terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia
khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dilakukan dalam
rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan
dan keanggotaan panitia khusus.
Panitia khusus bertugas melaksanakan
tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat
paripurna. Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia khusus
dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena
tugasnya dinyatakan selesai. Rapat paripurna menetapkan tindak lanjut hasil
kerja panitia khusus.
A. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal DPR-RI merupakan
unsur penunjang DPR, yang berkedududukan sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara
yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. Sekretaris Jenderal diangkat dan
diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR. Sekretariat
Jenderal DPR RI personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil.
Susunan organisasi dan tata kerja Sekretaris Jenderal ditetapkan dengan
keputusan Presiden.
Sekretaris Jenderal dibantu oleh
seorang Wakil Sekretaris Jenderal dan beberapa Deputi Sekretaris Jenderal yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan DPR. DPR dapat
mengangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan, dan dalam melaksanakan
tugasnya Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim Asistensi.