Jumat, 27 Februari 2015

proposal

PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM DI KOTA PEKANBARU.


A.          Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, yang tentunya perkembangan perekonomiannya juga masih membutuhkan peningkatan dalam sistem perekonomian yang berlaku di indonesia. Salah satu penggerak roda perekonomian adalah tenaga kerja.
Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang – Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.[1]
Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya, dapat juga dimaknai sarana mengaktualisasikan diri sehingga seseorang hidupnya menjadi lebih berharga baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.oleh karena itu hak atas pekerjaan sangat merupakan hak asasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib di junjung tinggi  dan dihormati. Kehidupan dan pekerjaan adalah dua sisi dari satu mata uang, agar orang bisa hidup maka orang harus bekerja.[2]
Setiap pribadi diberikan hak penuh dalam usaha untuk memperoleh pekerjaan dan tidak dibenarkan bagi siapapun untuk menghalang – halangi dalam upaya penemuan hak ini, namun kenyataannya masih banyak permasalahan yang timbul seperti kurangnya lapangan pekerjaan, syarat – syarat tertentu yang musti dipenuhi oleh calon pekerja untuk mendapatkan, bahkan setelah mendapatkan pekerjaan masih ada juga permasalahan yang timbul seperti hak – hak pekerja yang tidak dipenuhi oleh perusahaan. Adanya permasalahan – permasalahan tersebut maka dibutuhkan hukum atau aturan yang mampu mengatasi persoalan – persoalan diatas.
Dalam hukum ketenagakerjaan pihak yang terkait sangat luas yaitu tidak hanya mengenai pekerja dan pengusaha saja namun juga adanya pihak – pihak lain.[3] Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna meghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun masyarakat.[4]
Pekerja atau buruh dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu pekerja atau buruh perempuan, pekerja atau buruh anak dan pekerja atau buruh asing. Buruh atau pekerja dalam melaksankan pekerjaannya dilindungi oleh Undang – Undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban pekerja atau buruh,dan juga hak dan kewajiban pengusaha. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing–masing baik buruh atau pekerja dan pengusaha harus sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Permasalahan dalam ketenagakerjaan sendiri masih begitu banyak yang timbul baik yang disebabkan oleh pekerja atau buruh maupun yang disebabkan oleh pengusaha. Oleh karenanya diperlukan suatu aturan yang mampu mengatasi permasalahan – permasalahan tersebut.
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam ketenagakerjaan adalah mengenai keselamatan dan kesehatan pekerja atau buruh. Keselamatan dan kesehatan kerja (selanjutnya disebut K3) adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja atau buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (Preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal – hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.[5]
Pekerja atau buruh sangatlah penting bagi perusahaan, pemerintah, dan juga masyarakat oleh karenanya maka perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah hal yang paling utama diperhatikan. Bagi pekerja, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja atau buruh akan dapat memusatkan pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu – waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
Perlindungan kerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan santunan, tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak – hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam perusahaan.[6]
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1 huruf (a) disebutkan bahwa “setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlidungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”. Sedangkan pada ayat 2 nya disebutkan juga “untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja”. Oleh karena itu sudah sangat jelas bahwa keselamatan dan kesehatan tenaga kerja / buruh merupakan hal yang sangat diprioritaskan dalam melaksnakan perkerjaannya.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja / buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan  penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.[7]
Tujuan pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada pasal 3 ayat (1) Undang – Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamtan dan Kesehatan kerja, yaitu:
a)   Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b)   Mencegah,mengurangi,dan memadamkan kebakaran;
c)   Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d)  Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian – kejadian lain yang berbahaya;
e)   Memberikan pertolongan pada kecelakaan;
f)    Memberikan alat – alat perlindungan diri pada para pekerja/buruh;
g)   Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran;
h)   Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan;
i)     Memperoleh penerangan yang ukup dan sesuai;
j)     Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k)   Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l)     Memelihara kebersiha, kesehatan,dan ketertiban;
m) Memperoleh keserasian antara tenagakerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proseskerjanya;
n)   Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang;
o)   Memelihara dan mengamankan segala jenis bangunan;
p)   Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang;
q)   Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r)    Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya  kecelakaannya bertambah tinggi.[8]
Berdasarkan tujuan pemerintah di atas, dapat kita simpulkan bahwa dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakikatnya adalah pembuatan syarat – syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, pengguanan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja, serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produksi teknis, dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan, sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat diminimalisir.[9]
Penyelenggaraan K3 ada tiga hal penting yang harus diperhatikan: pertama, seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan. Kedua pembentukan konsep budaya malu dari masing – masing pekerja/buruh bila tidak melaksanakan K3, serta keterlibatan serikat pekerja/buruh dalam program K3 ditempat kerja. Ketiga, kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.[10]
Namun meskipun sudah ada aturan yang sangat jelas, pada prakteknya masih banyak ditemukan permasalahan tentang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Salah satu permasalahan yang penulis lihat adalah tentang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum ( SPBU ) di kota Pekanbaru.
Berdasarkan yang penulis ketahui bahwa para pekerja atau karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) khusunya di kota Pekanbaru dalam melakasankan pekerjaannya menurut penulis masih terlihat kurangnya perhatian dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerjanya. Salah satu contohnya adalah pada saat tenaga kerja atau karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dalam melaksanakan pekerjaannya tidak memakai masker atau penutup mulut. Sedangkan perlu diketahui bahwa pada saat melakukan pengisian bahan bakar, proses tersebut menghasilkan gas yang sangat berbahaya yang secara tidak langsung terhirup oleh para pekerja tersebut.
Gas yang dihasilkan pada saat pengisian bahan bakar sangat berbahaya bagi kesehatan pekerja SPBU yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti pusing, kanker, kerusakan pada syaraf, dan kematian mendadak.
Setelah mengetahui beberapa hal yang penulis anggap sebagai permasalahan dalam pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada tenaga kerja di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kota pekanbaru, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang keselamatan dan kesehatan kerja dengan judul “PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM DI KOTA PEKANBARU”.
B.           Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru ?
2.      Apakah kendala yang di hadapi dalam melaksanakan pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru ?
C.          Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a)      Mengetahui pelaksanaan penerapan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru
b)      Mengetahui hambatan yang di hadapi oleh perusahaan dalam menerapkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Pekanbaru
2.      Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Secara teoritis
1.      Menambah wawasan penulis terhadap pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru.
2.      Menambah pengetahuan penulis terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama perkuliahan.
3.      Menambah referensi perpustakaan dan sumabangan penulis terhadap almamater Universitas Riau khususnya Fakultas Hukum serta seluruh pembaca.
b.      Secara praktis
1.      Sebagai referensi perusahaan dalam melaksanakan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru.
2.      Sebagai syarat dalam menempuh ujian akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
D.    Kerangka teori
1.      Teori Perlindungan Hukum
Hukum berperan dalam penentuan hak dan kewajiban dan perlindungan kepentingan sosial dan para individu. Hukum berperan sedemikian rupa, sehingga dapat berlangsung dengan tertib dan teratur, karena hukum secara tegas akan menentukan hak – hak dan kewajiban antara mereka yang mengadakan hubungan, serta bagaimana tugas dan kewajiban serta wewenang.[11]
Pengertian perlindungan buruh atau arbeidsbescherming (dalam bahasa belanda), employee protection (dalam bahasa inggris) adalah perlindungan yang diberikan dalam lingkungan kerja itu sendiri, dengan jalan memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak – hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial ekonomi melalui norma yang berlaku.[12]
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap warga negara di bidang perburuhan, menurut Imam Soepomo perlindungan buruh ini dibagi menjadi tiga macam,yaitu:[13]
a.       Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha – usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari – hari baginya dan juga keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena suatu hal di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial.
b.      Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.
c.       Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha – usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat – pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang di olah atau dikerjakan perusahaan, perlindungan jenis ini sering disebut juga dengan keselamatan kerja.
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak – hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.[14]
Perlindungan hukum ini penting untuk menjamin agar hak – hak manusia sebagai subjek hukum tidak dilanggar atau dirugikan oleh pihak lainnya.[15] Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meliputi:
a.       Perlindungan atas hak – hak dasar pekerja atau buruh untuk berunding dengan pengusaha;
b.      Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;
c.       Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan, anak dan penyandang cacat; dan
d.      Perlindungan tentang upah, kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 86 ayat (1)  Undang – Undang Ketenagakerjaan  menyebutkan “setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas  moral dan kesusilaan dan perlakuan sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai agama”. Dengan demikian maka perlindungan pekerja ini akan mencakup:[16]
a.       Norma keselamatan kerja: yaitu yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat – alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara –cara melakukan pekerjaan;
b.      Norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat – obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat bagi perumahan pekerja.
c.       Norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan istirahat cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama dan keyakinan masing –masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral;
d.      Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat kerugian.
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.[17] Oleh karena itu kedudukan pengusaha dan pekerja saling melengkapi dalam mencapai tujuan bersama, apabila pekerja nyaman dan mendapat perlakuan yang adil dari pengusaha maka produktifitas pekerja akan maksimal.[18]
2.      Teori Ketenagakerjaan
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur yang merata, baik materil maupun spiritual  yang berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[19]
Pembangunan ketenagakerjaan itu sendiri menyangkut tentang kesejahteraan pekerja/buruh serta membahas tentang hak dan kewajiban pekerja terhadap pengusaha/majikan maupun hak dan kewajiban pengusaha/majikan terhadap buruh.
Dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan juga menjamin hak – hak pekerja, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kehadiran Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah memberikan nuansa baru dalam khasanah hukum ketenagakerjaan yakni:
a.       Mensejajarkan istilah buruh/pekerja, mengganti istilah majikan menjadi pengusaha/pemberi kerja; istilah ini sudah lama diupayakan untuk diubah agar sesuai dengan Hubungan Industrial Pancasila.
b.      Mengganti istilah perjanjian perburuhan (labour agreement)/ kesepakatan kerja bersama (KKB) dengan istilah perjanjian kerja bersama (PKB) yang berupaya diganti dengan alasan bahwa perjanjian perburuhan berasal dari Negara liberal yang sering kali dalam pembuatannya menimbulkan benturan kepentingan antara pihak buruh dengan pengusaha.
c.       Sesuai dengan perkembangan zaman memberikan kesempatan antara pekerja pria dan wanita, khususnya untuk bekerja pada malam hari. Bagi pekerja buruh wanita berdasarkan Undang – Undang ini tidak lagi dilarang untuk bekerja pada malam hari. Pengusaha diberikan rambu – rambu yang harus ditaati mengenai hal ini.
d.      Memberikan sanksi yang memadai serta menggunakan batasan minimum dan maksimum, sehingga lebih menjamin kepastian hukum dalam penegakannya.
e.       Mengatur mengenai sanksi administratif mulai dari teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pemcabutan izin. Pada peraturan perundang – undangan sebelumnya sanksi ini tidak diatur.[20]
Tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya mempunyai hak yang wajib dipenuhi oleh perusahaan dimana pekerja tersebut bekerja. Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti sama dengan membicarakan hak – hak asasi maupun hak bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas/terpisah dari diri pekerja/buruh maka akan turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi adalah berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur peraturan perundang – undangan yang sifatnya non asasi.[21]
Antara pekerja/buruh dengan perusahaan dalam melaksanakan sistem ketenagakerjaannya dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja, dimana perjanjian kerja tersebut sebagai dasar lahirnya hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja, yakni suatu perjanjian dimana pekerja menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada pihak perusahaan/majikan dengan menerima upah dan pengusaha/majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerjanya dengan membayar upah.[22]
Salah satu hak pekerja/buruh adalah terjaminnya kesehatan dan keselamatan kerja pada saat melaksanakan pekerjaanya, sebagaimana terdapat pada Pasal 86 ayat 1 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a.       Keselamatan dan kesehatan kerja;
b.      Moral dan kesusilaan; dan
c.       Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai– nilai agama.[23]
Yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja adalah pimpinan atau pengurus tempat kerja/perusahaan atau pengusaha.[24]
E.     Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam penelitian. Oleh karena itu, kerangka konseptualini dirasa perlu untuk memberikan definisi dari beberapa konsep yang terdapat dalam judul penelitian ini, yaitu:
1.      Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/ jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk mayarakat.[25]
2.      Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan meneria upah atau imbalan dalam bentuk lain.[26]
3.      Pelaksanaan adalah
4.      Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah
5.      Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum baik swasta maupun milik Negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.[27]
6.      Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) adalah

F.     Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin–doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.[28] Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.[29] Ada dua jenis penelitian ilmu hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau sosiologis.
Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian hukum sosiologis, penelitian hukum sosiologis adalah

2.      Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di beberapa SPBU kota Pekanbaru dengan yang berada dijalan
3.      Populasi dan Sampel
a.   Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.[30] Populasi adalah keseluruhan pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja di SPBU kota Pekanbaru.
b.      Sampel
Sampel adalah himpunan bagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan objek penelitian untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode sensus dan Purposive. Metode sesnsus adalah menetapkan sampel berdasarkan populasi yang ada, sedangkan metode Purposive adalah…….. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode sensus untuk mandor atau Pengawas/Mandor lapangan,bagian pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Pekanbaru, sedangkan responden pekerja SPBU menggunakan metode Random. Untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel dari penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.2
Populasi dan Sampel
No
Responden
Populasi
Sampel
%
1
Mandor/pengawas lapangan



2
Pekerja SPBU



3
Bagian pengawasan Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi




jumlah



Sumber:

4.      Sumber data
a.      Data Primer
Data primer adalah data yang penulis dapatkan atau peroleh secara langsung dari observasi yang dilakukan penulis pada tenaga kerja SPBU di kota Pekanbaru.
b.      Data Skunder
Data sekunder adalah data yang sudah ada sebelumnya atau merupakan data jadi atau buku. Data skunder diperolej melalui penelitian perpustakaan atau berasal dari:
1)      Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan penelitian yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang di peroleh dari perundang-undangan antara lain Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2)      Bahan Hukum Skunder
Merupakan bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur atau hasil penulisan para sarjana yang berupa buku yang berkaitan dengan pembahasan.
3)      Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan-bahan penelitian yang diperoleh melalui ensiklopedia atau sejenisnya yang berfungsi mendukung data primer dan data skunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.
5.      Teknik Pengumpulan Data
a)      Kuisioner
Kuisioner adalah metode pengumpulan data dengan cara membuat daftar-daftar pertanyaan yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis memberikan kuisioner kepada pekerja SPBU.
b)     Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara lisan yang dilakukan secara intensif dan mendalam terhadap informan. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada pekerja SPBU dan bagian pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Pekanbaru.
c)      Kajian Pustaka
Yaitu serangkaian kegiatan yang ditulis penulis dengan maksud untuk memperoleh data skunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip dari berbagai literature, buku-buku, media massa dan informasi lain yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.
6.      Analisa Data
Dalam penelitian analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif yaitu data yang berdasarkan uraian kalimat atau  data tidak dianalisis dengan menggunakan statistic atau matematika ataupun sejenisnya, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis ataupun perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.[31] Selanjutnya, penulis menarik suatu kesimpulan secara deduktif , yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus. Dimana dalam mendapatkan suatu kesimpulan dimulai dengan melihat factor-faktor nyata dan diakhiri dengan penarikan suatu kesimpulan yang juga merupakan fakta dimana kedua fakta tersebut dijembatani oleh teori-teori.[32]





       [1]  Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan,Sinar Grafika,Jakarta:2009, hlm.1.
       [2] Gunarto Suhardi, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing, Universitas Atmajaya Yogyakarta,Yogyakarta:2006, hlm. 1.
       [3] Maimun, Hukum Ketenaga Kerjaan Suatu Pengantar, Pradnya Paramitha, Jakarta:2007, hlm. 11.
       [4] Lihat Pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

       [5]  Adrian Sutedi, Op.cit,hlm.170.

       [6] Zaeni Asyhadi, Hukum Kerja:Hukum Ketenaga Kerjaan Bidang Hubungan Kerja,Raja Grafindo Persada,Jakarta:2007, hlm 78.
       [7] Hardijan Rusli, Hukum Ketenaga Kerjaan,Ghalia Indonesia,Karawaci:2011, hlm. 82.
       [8] Adrian Sutedi, Op.cit,hlm.170-171.
       [9] Ibid.
       [10] Ibid.
       [11] Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta:2010, hlm. 129.
       [12]Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, kencana, Jakarta:2011, hlm. 274.
[13] Ibid, hlm. 275.
[14] Ibid.hlm. 278.
      [15] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Liberty, Yogyakarta:1999, hlm. 40
       [16] Diary Widia, “pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas sebagai petugas kebersihan dikota Pekanbaru ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan”, Skripsi, Program kekhususan Hukum Perdata Bisnis fakultas Hukum Universitas Riau, Pekanbaru, 2014, hlm.18-19.
       [17] Abdul R. saliman, Op.cit,hlm. 277.
        [18] Ibid. hlm.272.
       [19] Adrian Sutedi,Op.cit, hlm..37.               
       [20]Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Idonesia Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta:2010. hlm.123.

       [21] Adrian Sutedi,Op.cit,hlm.15.
       [22] Lalu Husni,Op.cit, hlm.123.
       [23] Lihat Pasal 86 ayat 1 Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagkerjaan.
       [24] Lalu Husni,Op.cit, hlm.149.
       [25] Lihat Pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 131 Tahun 2003Tentang Ketenagakerjaan.
       [26] Lihat Pasal 1 ayat 3 Undang – Undang Nomor 131 Tahun 2003Tentang Ketenagakerjaan.

       [27] Pasal 1 Angka 6aUndang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
       [28] Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta: 2005, hlm. 35.
       [29] Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007, hlm.12.
       [30] Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005, Hlm.181.
       [31] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta:1990, hlm.32
       [32] Aslim Rasyad, Metode Ilmiah, Persiapan bagi Peneliti, UNRI press,Pekanbaru: 2005.hlm 2.