Maha Karya Angga
Jumat, 26 Juni 2015
Jumat, 27 Februari 2015
proposal
PELAKSANAAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA DI STASIUN PENGISIAN BAHAN
BAKAR UMUM DI KOTA PEKANBARU.
A.
Latar
Belakang Masalah
Indonesia adalah
negara yang sedang berkembang, yang tentunya perkembangan perekonomiannya juga
masih membutuhkan peningkatan dalam sistem perekonomian yang berlaku di
indonesia. Salah satu penggerak roda perekonomian adalah tenaga kerja.
Sejak negara ini
didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan
asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang – Undang
Dasar Tahun 1945 yang menyatakan “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.[1]
Pekerjaan
mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehingga setiap
orang membutuhkan pekerjaan. Pekerjaan dapat dimaknai sebagai sumber
penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya sendiri dan
keluarganya, dapat juga dimaknai sarana mengaktualisasikan diri sehingga
seseorang hidupnya menjadi lebih berharga baik untuk dirinya sendiri maupun
bagi orang lain.oleh karena itu hak atas pekerjaan sangat merupakan hak asasi
yang melekat pada diri seseorang yang wajib di junjung tinggi dan dihormati. Kehidupan dan pekerjaan adalah
dua sisi dari satu mata uang, agar orang bisa hidup maka orang harus bekerja.[2]
Setiap pribadi diberikan hak penuh dalam usaha untuk
memperoleh pekerjaan dan tidak dibenarkan bagi siapapun untuk menghalang –
halangi dalam upaya penemuan hak ini, namun kenyataannya masih banyak
permasalahan yang timbul seperti kurangnya lapangan pekerjaan, syarat – syarat
tertentu yang musti dipenuhi oleh calon pekerja untuk mendapatkan, bahkan
setelah mendapatkan pekerjaan masih ada juga permasalahan yang timbul seperti
hak – hak pekerja yang tidak dipenuhi oleh perusahaan. Adanya permasalahan –
permasalahan tersebut maka dibutuhkan hukum atau aturan yang mampu mengatasi
persoalan – persoalan diatas.
Dalam hukum
ketenagakerjaan pihak yang terkait sangat luas yaitu tidak hanya mengenai pekerja
dan pengusaha saja namun juga adanya pihak – pihak lain.[3] Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna meghasilkan
barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun
masyarakat.[4]
Pekerja atau
buruh dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu pekerja atau buruh perempuan,
pekerja atau buruh anak dan pekerja atau buruh asing. Buruh atau pekerja dalam
melaksankan pekerjaannya dilindungi oleh Undang – Undang yang mengatur tentang
hak dan kewajiban pekerja atau buruh,dan juga hak dan kewajiban pengusaha.
Dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing–masing baik buruh atau pekerja dan
pengusaha harus sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Permasalahan dalam ketenagakerjaan sendiri masih
begitu banyak yang timbul baik yang disebabkan oleh pekerja atau buruh maupun
yang disebabkan oleh pengusaha. Oleh karenanya diperlukan suatu aturan yang
mampu mengatasi permasalahan – permasalahan tersebut.
Salah satu
permasalahan yang terjadi dalam ketenagakerjaan adalah mengenai keselamatan dan
kesehatan pekerja atau buruh. Keselamatan dan kesehatan kerja (selanjutnya
disebut K3) adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja atau buruh maupun
pengusaha sebagai upaya pencegahan (Preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali
hal – hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.[5]
Pekerja atau
buruh sangatlah penting bagi perusahaan, pemerintah, dan juga masyarakat oleh
karenanya maka perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja adalah hal yang
paling utama diperhatikan. Bagi pekerja, adanya jaminan perlindungan
keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja
atau buruh akan dapat memusatkan pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir
sewaktu – waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
Perlindungan kerja dapat dilakukan, baik dengan
jalan memberikan santunan, tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan
hak – hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma
yang berlaku dalam perusahaan.[6]
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1
huruf (a) disebutkan bahwa “setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlidungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”. Sedangkan pada
ayat 2 nya disebutkan juga “untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja”. Oleh karena itu sudah sangat jelas bahwa keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja / buruh merupakan hal yang sangat diprioritaskan dalam
melaksnakan perkerjaannya.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan
untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja / buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya
ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.[7]
Tujuan pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat
pada pasal 3 ayat (1) Undang – Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamtan dan
Kesehatan kerja, yaitu:
a)
Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b)
Mencegah,mengurangi,dan memadamkan
kebakaran;
c)
Mencegah dan mengurangi bahaya
peledakan;
d) Memberi
kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian –
kejadian lain yang berbahaya;
e)
Memberikan pertolongan pada kecelakaan;
f)
Memberikan alat – alat perlindungan diri
pada para pekerja/buruh;
g)
Mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluaskan suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran;
h)
Mencegah dan mengendalikan timbulnya
penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan
penularan;
i)
Memperoleh penerangan yang ukup dan
sesuai;
j)
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara
yang baik;
k)
Menyelenggarakan penyegaran udara yang
cukup;
l)
Memelihara kebersiha, kesehatan,dan
ketertiban;
m) Memperoleh
keserasian antara tenagakerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proseskerjanya;
n)
Mengamankan dan memperlancar
pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang;
o)
Memelihara dan mengamankan segala jenis
bangunan;
p)
Mengamankan dan memperlancar pekerjaan
bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang;
q)
Mencegah terkena aliran listrik yang
berbahaya;
r)
Menyesuaikan dan menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
kecelakaannya bertambah tinggi.[8]
Berdasarkan
tujuan pemerintah di atas, dapat kita simpulkan bahwa dibuatnya aturan
penyelenggaraan K3 pada hakikatnya adalah pembuatan syarat – syarat keselamatan
kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, pengguanan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja, serta
pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produksi teknis, dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan, sehingga
potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat diminimalisir.[9]
Penyelenggaraan
K3 ada tiga hal penting yang harus diperhatikan: pertama, seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam
perusahaan. Kedua pembentukan konsep
budaya malu dari masing – masing pekerja/buruh bila tidak melaksanakan K3, serta
keterlibatan serikat pekerja/buruh dalam program K3 ditempat kerja. Ketiga, kualitas program pelatihan K3
sebagai sarana sosialisasi.[10]
Namun meskipun sudah ada aturan yang sangat jelas, pada
prakteknya masih banyak ditemukan permasalahan tentang keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja. Salah satu permasalahan yang penulis lihat adalah
tentang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja pada pekerja Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum ( SPBU ) di kota Pekanbaru.
Berdasarkan yang penulis ketahui bahwa para pekerja
atau karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) khusunya di kota
Pekanbaru dalam melakasankan pekerjaannya menurut penulis masih terlihat
kurangnya perhatian dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerjanya. Salah
satu contohnya adalah pada saat tenaga kerja atau karyawan Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU) dalam melaksanakan pekerjaannya tidak memakai masker
atau penutup mulut. Sedangkan perlu diketahui bahwa pada saat melakukan
pengisian bahan bakar, proses tersebut menghasilkan gas yang sangat berbahaya
yang secara tidak langsung terhirup oleh para pekerja tersebut.
Gas yang dihasilkan pada saat pengisian bahan bakar
sangat berbahaya bagi kesehatan pekerja SPBU yang dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit seperti pusing, kanker, kerusakan pada syaraf, dan kematian
mendadak.
Setelah mengetahui beberapa hal yang penulis anggap
sebagai permasalahan dalam pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja pada tenaga kerja di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kota
pekanbaru, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang keselamatan
dan kesehatan kerja dengan judul “PENERAPAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA TENAGA KERJA DI STASIUN PENGISIAN BAHAN
BAKAR UMUM DI KOTA PEKANBARU”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah
pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerja
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru ?
2. Apakah
kendala yang di hadapi dalam melaksanakan pelaksanaan perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja terhadap pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
di kota Pekanbaru ?
C.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan
penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui
pelaksanaan penerapan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru
b) Mengetahui
hambatan yang di hadapi oleh perusahaan dalam menerapkan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU) di Kota Pekanbaru
2.
Kegunaan
penelitian
Adapun kegunaan yang didapat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Secara
teoritis
1.
Menambah wawasan penulis terhadap
pelaksanaan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerja
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru.
2.
Menambah pengetahuan penulis terutama
untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama perkuliahan.
3.
Menambah referensi perpustakaan dan
sumabangan penulis terhadap almamater Universitas Riau khususnya Fakultas Hukum
serta seluruh pembaca.
b. Secara
praktis
1. Sebagai
referensi perusahaan dalam melaksanakan perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja pada pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Pekanbaru.
2. Sebagai
syarat dalam menempuh ujian akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
D. Kerangka teori
1.
Teori
Perlindungan Hukum
Hukum berperan
dalam penentuan hak dan kewajiban dan perlindungan kepentingan sosial dan para
individu. Hukum berperan sedemikian rupa, sehingga dapat berlangsung dengan
tertib dan teratur, karena hukum secara tegas akan menentukan hak – hak dan
kewajiban antara mereka yang mengadakan hubungan, serta bagaimana tugas dan
kewajiban serta wewenang.[11]
Pengertian
perlindungan buruh atau arbeidsbescherming
(dalam bahasa belanda), employee
protection (dalam bahasa inggris) adalah perlindungan yang diberikan dalam
lingkungan kerja itu sendiri, dengan jalan memberikan tuntunan, maupun dengan
jalan meningkatkan pengakuan hak – hak asasi manusia, perlindungan fisik dan
teknis serta sosial ekonomi melalui norma yang berlaku.[12]
Berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap warga negara di bidang perburuhan, menurut Imam
Soepomo perlindungan buruh ini dibagi menjadi tiga macam,yaitu:[13]
a. Perlindungan
ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha – usaha
untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan
sehari – hari baginya dan juga keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut
tidak mampu bekerja karena suatu hal di luar kehendaknya. Perlindungan ini
disebut dengan jaminan sosial.
b. Perlindungan
sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan,
yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya
sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota
keluarga atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.
c. Perlindungan
teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha – usaha
untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh
pesawat – pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang di olah atau
dikerjakan perusahaan, perlindungan jenis ini sering disebut juga dengan
keselamatan kerja.
Perlindungan
hukum terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak – hak dasar pekerja
atau buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi
atas dasar apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.[14]
Perlindungan
hukum ini penting untuk menjamin agar hak – hak manusia sebagai subjek hukum
tidak dilanggar atau dirugikan oleh pihak lainnya.[15]
Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut Undang – Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meliputi:
a.
Perlindungan atas hak – hak dasar
pekerja atau buruh untuk berunding dengan pengusaha;
b.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja;
c.
Perlindungan khusus bagi pekerja atau
buruh perempuan, anak dan penyandang cacat; dan
d.
Perlindungan tentang upah, kesejahteraan
dan jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal
86 ayat (1) Undang – Undang
Ketenagakerjaan menyebutkan “setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas moral dan kesusilaan dan perlakuan sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai – nilai agama”. Dengan demikian
maka perlindungan pekerja ini akan mencakup:[16]
a.
Norma keselamatan kerja: yaitu yang
meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat – alat
kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja keadaan tempat kerja
dan lingkungan serta cara –cara melakukan pekerjaan;
b.
Norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang
meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan kerja, dilakukan
dengan mengatur pemberian obat – obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit.
Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah
penyakit baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat
bagi perumahan pekerja.
c.
Norma kerja yang meliputi perlindungan
terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan
istirahat cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama dan keyakinan
masing –masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan
sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna
kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia
dan moral;
d.
Kepada tenaga kerja yang mendapat
kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas
ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak
mendapat kerugian.
Tenaga
kerja mempunyai peranan dan kedudukan sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.[17]
Oleh karena itu kedudukan pengusaha dan pekerja saling melengkapi dalam
mencapai tujuan bersama, apabila pekerja nyaman dan mendapat perlakuan yang
adil dari pengusaha maka produktifitas pekerja akan maksimal.[18]
2. Teori Ketenagakerjaan
Pembangunan
ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional,
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, makmur yang merata, baik materil maupun spiritual yang berlandaskan Pancasila dan Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[19]
Pembangunan
ketenagakerjaan itu sendiri menyangkut tentang kesejahteraan pekerja/buruh
serta membahas tentang hak dan kewajiban pekerja terhadap pengusaha/majikan
maupun hak dan kewajiban pengusaha/majikan terhadap buruh.
Dalam
dunia ketenagakerjaan Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh
dan juga menjamin hak – hak pekerja, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang
– Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kehadiran
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah memberikan
nuansa baru dalam khasanah hukum ketenagakerjaan yakni:
a. Mensejajarkan
istilah buruh/pekerja, mengganti istilah majikan menjadi pengusaha/pemberi
kerja; istilah ini sudah lama diupayakan untuk diubah agar sesuai dengan
Hubungan Industrial Pancasila.
b. Mengganti
istilah perjanjian perburuhan (labour
agreement)/ kesepakatan kerja bersama (KKB) dengan istilah perjanjian kerja
bersama (PKB) yang berupaya diganti dengan alasan bahwa perjanjian perburuhan
berasal dari Negara liberal yang sering kali dalam pembuatannya menimbulkan
benturan kepentingan antara pihak buruh dengan pengusaha.
c. Sesuai
dengan perkembangan zaman memberikan kesempatan antara pekerja pria dan wanita,
khususnya untuk bekerja pada malam hari. Bagi pekerja buruh wanita berdasarkan
Undang – Undang ini tidak lagi dilarang untuk bekerja pada malam hari.
Pengusaha diberikan rambu – rambu yang harus ditaati mengenai hal ini.
d. Memberikan
sanksi yang memadai serta menggunakan batasan minimum dan maksimum, sehingga
lebih menjamin kepastian hukum dalam penegakannya.
e. Mengatur
mengenai sanksi administratif mulai dari teguran, peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan
pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan
pemcabutan izin. Pada peraturan perundang – undangan sebelumnya sanksi ini
tidak diatur.[20]
Tenaga kerja
dalam melaksanakan pekerjaannya mempunyai hak yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan dimana pekerja tersebut bekerja. Berbicara mengenai hak
pekerja/buruh berarti sama dengan membicarakan hak – hak asasi maupun hak bukan
asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri
yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas/terpisah dari diri
pekerja/buruh maka akan turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan
hak yang bukan asasi adalah berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur
peraturan perundang – undangan yang sifatnya non asasi.[21]
Antara
pekerja/buruh dengan perusahaan dalam melaksanakan sistem ketenagakerjaannya
dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja, dimana perjanjian kerja tersebut
sebagai dasar lahirnya hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan
pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja, yakni suatu perjanjian
dimana pekerja menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada pihak
perusahaan/majikan dengan menerima upah dan pengusaha/majikan menyatakan
kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerjanya dengan membayar upah.[22]
Salah satu hak
pekerja/buruh adalah terjaminnya kesehatan dan keselamatan kerja pada saat
melaksanakan pekerjaanya, sebagaimana terdapat pada Pasal 86 ayat 1 Undang –
Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan
dan kesehatan kerja;
b. Moral
dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai– nilai agama.[23]
Yang bertanggung jawab atas keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja adalah pimpinan atau pengurus tempat
kerja/perusahaan atau pengusaha.[24]
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual
dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan
arahan dalam penelitian. Oleh karena itu, kerangka konseptualini dirasa perlu
untuk memberikan definisi dari beberapa konsep yang terdapat dalam judul
penelitian ini, yaitu:
1. Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/ jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk mayarakat.[25]
2. Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja dengan meneria upah atau imbalan dalam bentuk
lain.[26]
3. Pelaksanaan
adalah
4. Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah
5. Perusahaan
adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum baik swasta maupun
milik Negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.[27]
6. Stasiun
Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) adalah
F. Metode Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian hukum
adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun
doktrin–doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.[28]
Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.[29]
Ada dua jenis penelitian ilmu hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto,
yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau sosiologis.
Penelitian ini
digolongkan dalam jenis penelitian hukum sosiologis, penelitian hukum
sosiologis adalah
2.
Lokasi
Penelitian
Penelitian
dilakukan di beberapa SPBU kota Pekanbaru dengan yang berada dijalan
3.
Populasi
dan Sampel
a.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan
atau himpunan objek dengan ciri yang sama.[30]
Populasi adalah keseluruhan pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
tenaga kerja di SPBU kota Pekanbaru.
b.
Sampel
Sampel adalah
himpunan bagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan objek penelitian
untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Metode yang digunakan penulis
adalah metode sensus dan Purposive. Metode
sesnsus adalah menetapkan sampel berdasarkan populasi yang ada, sedangkan
metode Purposive adalah…….. Dalam
penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode sensus untuk mandor atau
Pengawas/Mandor lapangan,bagian pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Pekanbaru, sedangkan responden pekerja SPBU menggunakan metode Random.
Untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel dari penelitian ini dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1.2
Populasi dan Sampel
No
|
Responden
|
Populasi
|
Sampel
|
%
|
1
|
Mandor/pengawas
lapangan
|
|
|
|
2
|
Pekerja SPBU
|
|
|
|
3
|
Bagian
pengawasan Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi
|
|
|
|
|
jumlah
|
|
|
|
Sumber:
4.
Sumber
data
a.
Data
Primer
Data primer
adalah data yang penulis dapatkan atau peroleh secara langsung dari observasi
yang dilakukan penulis pada tenaga kerja SPBU di kota Pekanbaru.
b.
Data
Skunder
Data sekunder
adalah data yang sudah ada sebelumnya atau merupakan data jadi atau buku. Data
skunder diperolej melalui penelitian perpustakaan atau berasal dari:
1)
Bahan
Hukum Primer
Merupakan bahan penelitian yang
bersumber dari penelitian kepustakaan yang di peroleh dari perundang-undangan
antara lain Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2)
Bahan
Hukum Skunder
Merupakan bahan-bahan penelitian
yang berasal dari literatur atau hasil penulisan para sarjana yang berupa buku
yang berkaitan dengan pembahasan.
3)
Bahan
Hukum Tersier
Merupakan bahan-bahan penelitian
yang diperoleh melalui ensiklopedia atau sejenisnya yang berfungsi mendukung
data primer dan data skunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.
5.
Teknik
Pengumpulan Data
a)
Kuisioner
Kuisioner adalah metode pengumpulan
data dengan cara membuat daftar-daftar pertanyaan yang memiliki korelasi dengan
permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis memberikan kuisioner
kepada pekerja SPBU.
b)
Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data
dengan cara tanya jawab secara lisan yang dilakukan secara intensif dan
mendalam terhadap informan. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara
kepada pekerja SPBU dan bagian pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Pekanbaru.
c)
Kajian
Pustaka
Yaitu serangkaian kegiatan yang
ditulis penulis dengan maksud untuk memperoleh data skunder dengan cara
membaca, mencatat, dan mengutip dari berbagai literature, buku-buku, media
massa dan informasi lain yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.
6.
Analisa
Data
Dalam penelitian analisis yang
dilakukan adalah analisis kualitatif yaitu
data yang berdasarkan uraian kalimat atau
data tidak dianalisis dengan menggunakan statistic atau matematika
ataupun sejenisnya, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis ataupun
perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.[31]
Selanjutnya, penulis menarik suatu kesimpulan secara deduktif , yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
kepada hal-hal yang bersifat khusus. Dimana dalam mendapatkan suatu kesimpulan
dimulai dengan melihat factor-faktor nyata dan diakhiri dengan penarikan suatu
kesimpulan yang juga merupakan fakta dimana kedua fakta tersebut dijembatani
oleh teori-teori.[32]
[13] Ibid, hlm. 275.
[14] Ibid.hlm. 278.
[16] Diary
Widia, “pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja harian lepas sebagai
petugas kebersihan dikota Pekanbaru ditinjau dari Undang – Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan”, Skripsi,
Program kekhususan Hukum Perdata Bisnis fakultas Hukum Universitas Riau,
Pekanbaru, 2014, hlm.18-19.
[20]Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Idonesia Edisi Revisi, Rajawali
Pers, Jakarta:2010. hlm.123.
Langganan:
Postingan (Atom)